Kamis, 09 Agustus 2012


WHATS TO DO BY STUDENT ?

Pencari ilmu yang mendapatkan pertolongan (al muta’allim al muwaffaq)  adalah mereka yang telah berhasil meraih empat hal, yaitu:
1.    Serius dalam berusaha
Dengan mengerahkan segala kemampuan dan pantang menyerah dalam belajar serta memiliki keyakinan bahwa tidak akan ada perubahan bila tidak didahului dengan usaha yang maksimal.
2.    Cerdas bawaan (natural skill)
Selalu mengasah kecerdasan yang dimiliki dengan pelatihan dan penalaran-penalaran ilmiah serta tidak cepat berpuas diri pada apa yang telah dicapai
3.    Guru yang aktif memberi nasihat
Dengan mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan secara gradual, artinya dari tingkat termudah, menengah dan tingkat tersulit; dari referensi yang kecil hingga yang besar.
4.    Kestabilan watak dan prinsip
Tidak mudah goyah dengan segala macam godaan dan menghilangkan orientasi materi dalam pencapaian ilmunya.

Ketika seorang ahli ilmu (al ‘alim/guru) telah mampu mengumpulkan tiga hal diatas, maka berarti telah lahir kesempurnaan nikmat pada diri muridnya, yaitu kesabaran, rendah hati, dan berbudi pekerti. Sedangkan bila seorang pencari ilmu telah berhasil menyatukan tiga hal tersebut, berarti telah menciptakan kesempurnaan nikmat pada diri gurunya, yakni berakal (memiliki nalar ilmiah/brilian), .beradab, dan kemampuan memahami yang baik.
Sahabat Umar bin Khattab pernah mengatakan, belajarlah kalian secara serius sebelum kalian mendapat gangguan sehingga menghalangi kalian untuk belajar”. Pernyataan sahabat Umar senada dengan dawuhnya Imam Syafi’i yaitu, “belajarlah engkau secara serius sebelum engkau menjadi pemimpin, karena ketika engkau menjadi pemimpin maka tidak ada celah sedikitpun untuk belajar”.
Ilmu pengetahuan sulit diraih tanpa diiringi sifat rendah hati. Sifat rendah hati bagi pencari ilmu dan ilmuwan adalah hal yang sangat vital agar di kemudian hari ilmu yang diperoleh tidak menjadikaannya berbuat sombong.
Sebagian ulama membuat metafora menarik dalam kitab Bahr al Kamil; “Ilmu adalah musuh bagi pemuda (pelajar) yang sombong, laksana banjir menjadi tempat yang tinggi”. Penggalan metafora ini memberikan pengertian bahwa ilmu pengetahuan tidak akan masuk dan menetap dalam diri orang yang sombong, sebagaimana banjir yang tidak akan mencapai dan naik menuju dataran yang tinggi.
Dalam kitab Lathaif al Isyarah terdapat ungkapan menarik tentang ilmu dilihat dari peletakan harakat pada setiap awal huruf di kata dasarnya. Awal huruf pada kata dasar seperti al ‘Ilmu (intelek), al Ghina (kaya raya), dan al Khisbu (kesuburan) yang dibaca kasrah menandakan bahwa sifat-sifat yang luhur dan baik hanya bisa diperoleh dengan kerendahan hati. Berbeda dengan kata dasar al Jahlu (kebodohan), al Faqru (kefaqiran), dan al Jadbu (kepailitan) yang awal hurufnya dibaca fathah menandakan bahwa sifat-sifat rendah dan jelek lahir dari kecongkakan. Pepatah orang bijak mengatakan; “ketinggian hati akan melahirkan ketinggian hati yang lain”. Artinya pemuda (orang) sombong yang dimaksud di atas adalah pemuda yang tidak melakukan empat hal, yaitu; tidak belajar serius, tidak mengasah kecerdasannya, tidak mengikuti anjuran guru dengan belajar secara acak (no gradual), dan tidak menstabilkan prinsip dan wataknya dari hal-hal yang dapat mengganggu belajarnya.

Dari Maqalah Syaikh Abi Abdillah Muhammad bin Qasim (penulis kitab Tausyikh ‘Ala Ibni Qasim, komentar kitab Fath al Qarib al Mujib