WHATS TO DO BY
STUDENT ?
Pencari
ilmu yang mendapatkan pertolongan (al muta’allim al muwaffaq) adalah mereka yang telah berhasil meraih empat
hal, yaitu:
1.
Serius dalam berusaha
Dengan
mengerahkan segala kemampuan dan pantang menyerah dalam belajar serta memiliki
keyakinan bahwa tidak akan ada perubahan bila tidak didahului dengan usaha yang
maksimal.
2.
Cerdas bawaan (natural skill)
Selalu
mengasah kecerdasan yang dimiliki dengan pelatihan dan penalaran-penalaran
ilmiah serta tidak cepat berpuas diri pada apa yang telah dicapai
3.
Guru yang aktif memberi nasihat
Dengan
mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan secara gradual, artinya dari tingkat
termudah, menengah dan tingkat tersulit; dari referensi yang kecil hingga yang
besar.
4.
Kestabilan watak dan prinsip
Tidak
mudah goyah dengan segala macam godaan dan menghilangkan orientasi materi dalam
pencapaian ilmunya.
Ketika
seorang ahli ilmu (al ‘alim/guru) telah mampu mengumpulkan tiga hal diatas,
maka berarti telah lahir kesempurnaan nikmat pada diri muridnya, yaitu kesabaran,
rendah hati, dan berbudi pekerti. Sedangkan bila seorang pencari ilmu telah
berhasil menyatukan tiga hal tersebut, berarti telah menciptakan kesempurnaan
nikmat pada diri gurunya, yakni berakal (memiliki nalar ilmiah/brilian), .beradab,
dan kemampuan memahami yang baik.
Sahabat
Umar bin Khattab pernah mengatakan, “belajarlah
kalian secara serius sebelum kalian mendapat gangguan sehingga menghalangi
kalian untuk belajar”. Pernyataan sahabat Umar senada dengan dawuhnya
Imam Syafi’i yaitu, “belajarlah engkau secara serius sebelum engkau menjadi
pemimpin, karena ketika engkau menjadi pemimpin maka tidak ada celah sedikitpun
untuk belajar”.
Ilmu
pengetahuan sulit diraih tanpa diiringi sifat rendah hati. Sifat rendah hati
bagi pencari ilmu dan ilmuwan adalah hal yang sangat vital agar di kemudian
hari ilmu yang diperoleh tidak menjadikaannya berbuat sombong.
Sebagian
ulama membuat metafora menarik dalam kitab Bahr al Kamil; “Ilmu adalah
musuh bagi pemuda (pelajar) yang sombong, laksana banjir menjadi tempat yang
tinggi”. Penggalan metafora ini memberikan pengertian bahwa ilmu pengetahuan
tidak akan masuk dan menetap dalam diri orang yang sombong, sebagaimana banjir
yang tidak akan mencapai dan naik menuju dataran yang tinggi.
Dalam
kitab Lathaif al Isyarah terdapat ungkapan menarik tentang ilmu dilihat
dari peletakan harakat pada setiap awal huruf di kata dasarnya. Awal huruf pada
kata dasar seperti al ‘Ilmu (intelek), al Ghina (kaya raya), dan
al Khisbu (kesuburan) yang dibaca kasrah menandakan bahwa sifat-sifat
yang luhur dan baik hanya bisa diperoleh dengan kerendahan hati. Berbeda dengan
kata dasar al Jahlu (kebodohan), al Faqru (kefaqiran), dan
al Jadbu (kepailitan) yang awal hurufnya dibaca fathah menandakan bahwa
sifat-sifat rendah dan jelek lahir dari kecongkakan. Pepatah orang bijak
mengatakan; “ketinggian hati akan melahirkan ketinggian hati yang lain”.
Artinya pemuda (orang) sombong yang dimaksud di atas adalah pemuda yang tidak
melakukan empat hal, yaitu; tidak belajar serius, tidak mengasah kecerdasannya,
tidak mengikuti anjuran guru dengan belajar secara acak (no gradual), dan tidak
menstabilkan prinsip dan wataknya dari hal-hal yang dapat mengganggu
belajarnya.
Dari Maqalah Syaikh Abi Abdillah Muhammad bin Qasim (penulis kitab Tausyikh
‘Ala Ibni Qasim, komentar kitab Fath al Qarib al Mujib